Inai Tatto Orang Atjeh - Tatto pada umumnya cenderung identik sebagai sebuah simbol
kelelakian. Meskipun ada dipergunakan oleh sebagian perempuan, yang terkadang lebih
ditunjukan sebagai suatu isyarat pemberontakan atau sebuah bentuk protes yang dicoba wakilkan melalui tatto yang ada pada tubuhnya. Berbeda halnya dengan meugaca (berinai) dengan oen gaca
(daun inai) yang dijadikan sebagai bahan untuk tatto yang digunakan oleh perempuan Aceh. Tatto di sini lebih identik sebagai simbol yang lebih mengentalkan aura keperempuan mereka, dan tentu saja
membuat mereka terlihat semakin cantik. Seperti apakah tatto inai yang dimaksud? (lihat gambar dibawah ini).
Meugaca (berinai) biasanya menjadi suatu bagian dari upacara adat yang
dikhususkan untuk pengantin perempuan, moment ketika seorang calon pengantin
dirias pada malam sebelum ia duek sandeng (bersanding). Pada proses ini terdapat beberapa
perempuan yang sudah tua yang telah menyiapkan sejumlah daun inai (daun pacar) yang sudah
digiling halus. Mereka akan membubuhi daun inai yang telah dihaluskan tersebut
di beberapa bagian tubuh gadis yang akan segera melangsungkan pernikahan tersebut.
Pada umumnya upacara inai ini akan dilukis pada bagian-bagian tubuh calon penggantin yang akan dipoles dengan gambar-gambar bervariasi dan lebih identik dengan motif bunga adalah bagian tangan dan kaki saja.
Memang secara implisit tidak diterangkan mengenai alasan-alasan penggunaan inai tersebut, kenapa hanya
tangan dan kaki saja yang dipoles dengan riasan tatto berbahan alamiah
tersebut.
Inai bagian kaki |
inai bagian tangan |
Terlepas dari sebuah bagian hiasan tubuh, inai ini juga berhubungan dengan sesuatu yang bersifat
mistik atau tidak, tapi memang oen gaca tersebut bisa memberi dampak mistis sedemikian rupa. Menelisik lagi, apa yang menyebabkan terjadinya efek
begitu rupa? Tak bisa dipungkiri, memang dalam upacara pembubuhan tatto di
tubuh bakal calon pengantin perempuan itu, terdapat beberapa rangkaian upacara lain
yang melengkapinya. Termasuk dari seorang figur yang dipercaya untuk membubuhi oen gaca tersebut, hanya beberapa perempuan tertentu saja yang sudah lebih tua, dan biasanya jadi
panutan di tengah masyarakat. Juga sering kali adalah perempuan yang memang
paham akan tradisi oen gaca dimaksud.
Daun inai (oen gaca) |
Kemudian, berkaitan dengan inai sebagai suatu pilihan, kenapa hanya daun
inai/pacar saja yang dipilih sebagai bahan untuk tatto tersebut. Lagi-lagi
tidak lepas dari hukum Islam, bahwa jika bahan-bahan kimia bisa membuat wudhu
tidak sampai ke tubuh, sedangkan itu menjadi bagian keniscayaan ibadah
masyarakat Aceh yang notabene muslim---tapi tradisi melukis dengan inai juga
dikenal di masyarakat Melayu, Makassar, dan beberapa etnis lainnya. Sedang inai
memang tidak bermasalah dengan soal sah tidaknya wudhu. Karena inai, merujuk
hadits (ketentuan Islam berdasar sabda Nabi Muhammad SAW) tidak membatalkan
wudhu.
Dihubungkan lagi, kenapa inai menjadi pilihan? Alasan
lebih lanjut bahwa inai adalah jenis tumbuh-tumbuhan, sesuatu yang memang sudah
ada di alam. Jadi ada pesan tersirat bahwa idealnya perempuan itu harus cantik
dengan sesuatu yang menyerupai alam. Dengan makna bahwa kecantikan tersebut harus mengikuti jiwa alam yang apa adanya, tidak dengan dibuat-buat, dan ia juga menyejukkan
dengan kehijauannya.
Kedatipun layaknya inai ini, tetap nyala. Baik dari kecantikannya
sebagai perempuan bisa terus menyala, juga menjelaskan bahwa sebagai perempuan ia
juga menyimpan nyala kekuatan yang seimbang dengan kehijauannya. Kekuatan yang kelak akan menjadi sesuatu yang membantu
menguatkan lelaki yang bakal menjadi suaminya.
motif inai bagian tangan |
"lagee oen nyoe ijoe, lagee oen nyoe syit gata
peuleupie hatee lakoe. Lagee gaca nyoe mirah, lagee nyan syit gata beujeuet bri
seumangat keu judoe gata!" (terjemahan: seperti daunnya yang hijau, seperti itu
pula kau kelak bisa menyejukkan hati suami. Seperti inai ini demikian merah,
seperti itu pula kelak kau bisa memberi semangat untuk suamimu).
***
Dikutip dari Protagoni Blog, , atjehcyber.net
No comments:
Post a Comment